BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang dan Tinjauan Pustaka
Hutan merupakan bentukan vegetasi alami yang terdiri
dari pohon kayu, bambu, palem, dan tumbuhan bawah, sehingga berperan dalam
keseimbangan ekosistem. Hutan dengan segala ekosistem yang berada di dalamnya
merupakan bagian dari komponen penentu kestabilan alam, yang dapat dimanfaatkan
oleh makhluk hidup sebagaimana yang difirmankan Allah dalam surat Al-Hijr ayat
19- 21:
"Dan kami Telah menghamparkan bumi
dan menjadikan padanya gunung-gunung dan kami tumbuhkan padanya segala sesuatu
menurut ukuran. Dan kami Telah menjadikan untukmu di bumi keperluan-keperluan
hidup, dan (Kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan
pemberi rezki kepadanya. Dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Kami-lah
khazanahnya; dan kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang
tertentu" (Qs. Al-Hijr 15:19-21).
Pada ayat 19 dan ayat 21 maksudnya ialah Allah
menciptakan segala sesuatu dengan ukuran tertentu atau dalam keadaan seimbang.
Allah menciptakan tumbuh-tumbuhan bawah secara tidak melebihi ukurannya dan
seimbang, sehingga berfungsi sebagai habitat atau rumah makhluk hidup lainnya.
Pada fase semai tumbuhan bawah juga mendukung pertumbuhan untuk ke fase
selanjutnya, dan di ciptakan oleh Allah tumbuh-tumbuhan secara berkelompok
hingga tampak suatu vegetasi yang beraneka ragam disebut sebagai kawasan hutan.
Suksesia
adalah perubahan yang perlahan-lahan dari komunitas tumbuhan dalam satu daerah
tertentu dimana terjadi pengalihan dari satu jenis tumbuhan oleh jenis tumbuhan
lainnya (pada tingkat populasi). Pada prinsipnya semua bentuk ekosistem akan
mengalami perubahan struktur maupun fungsinya dalam perjalanan waktu. Beberapa
perubahan mungkin hanya merupakan fluktuasi local yang kecil sifatnya, sehingga
tidak memberikan arti yang penting. Perubahan lainnya mungkin sangat besar/kuat
sehingga mempengaruhi system secara keseluruhan.(Arief, 1994)
Proses suksesi berakhir dengan
sebuah komunitas atau ekosistem yang disebut klimaks. Dikatakan bahwa
dalam tingkat klimaks ini komunitas telah mencapai homeostatis. Ini dapat
diartikan bahwa komunitas sudah dapat mempertahankan kestabilan internalnya
sebagai akibat dari tanggap (respon) yang terkoordinasi dari
komponen-komponennya terhadap setiap kondisi atau rangsangan yang cenderung
mengganggu kondisi atau fungsi normal komunitas. Jadi bila suatu komunitas
telah mencapai klimaks, perubahan yang searah tidak terjadi lagi (Resosoedarmo,1990)
Hutan merupakan kumpulan atau asosiasi dari pohon
dan menutup areal yang cukup luas, sehingga dapat membentuk iklim mikro dengan kondisi
ekologis yang khas. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 menyatakan bahwa
hutan adalah kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam
hayati yang di dominasi oleh pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya
(Djajapertunja, 2002).
Di hutan juga, suasana
yang dirasakan berbeda dengan suasana diluar hutan, hal ini disebabkan karena
adanya perbedaan iklim yang disebut iklim mikro. Iklim mikro adalah iklim yang terjadi pada
daerah yang kecil, lebih kecil dari iklim itu sendiri. Iklim mikro di hutan
ditandai dengan adanya perbedaan sifat-sifat iklim yang mencolok antara di
dalam dan di luar hutan. Perbedaan itu antara lain dari segi suhu, kelembaban,
intensitas cahaya, curah hujan, dll. Semua itu bernilai positif di hutan. Artinya,
iklim yang terbentuk di dalam hutan sangat cocok bagi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman.
Lingkungan hutan
merupakan vegetasi alami yang menutupi sekitar dua pertiga dari luas permukaan
bumi. Secara umum ada dua fungsi utama hutan yaitu fungsi ekonomi dan fungsi
ekologis. Fungsi ekonomi lebih ke penyediaan barang yang diperlukan manusia
untuk berbagai keperluan, sedangkan fungsi ekologis hutan antara lain pengatur
siklus hidrologi, penyimpan sumber daya genetik, pengatur kesuburan tanah dan
iklim (Faidah, 2007).
Menurut Irwan (2003), sistem ekologi di dalam
ekosistem hutan merupakan suatu sistem yang dinamis yaitu suatu sistem yang
saling terkait dan saling membutuhkan antara vegetasi dan hewan yang
berinteraksi. Pada ekosistem hutan terdapat persaingan dan kerjasama seperti
naungan pohon, perkecambahan, tumbuh-tumbuhan yang merambat, epifit, lumut
menutupi potongan kayu dan kotoron, aktivitas hewan yang membantu dalam proses
perkembangan tumbuhan, sumber makanan dan perlindungan bagi satwa untuk
melangsungkan kehidupannya.
Selain itu, perlu
diketahui bahwa pohon-pohon yang dianggap berkuasa atau dominan dalam suatu
tegakan hutan menduduki posisi tajuk (kanopi) paling atas. Di dalam hutan ada
kelompok-kelompok pohon yang dapat dibedakan berdasarkan fase
pertumbuhannya dan posisi tajuknya.
Pengelompokan (klasifikasi) pohon tersebut sangat penting dalam pengelolaan
hutan, terutama sebagai pertimbangan untuk menerapkan system budi daya hutan
(sistem silvikultur) yang tepat.
Variable lain yang perlu diperhatikan adalah komposisi jenis pohon yang
menyusun tegakan hutan, struktur tegakan hutan, kerapatan tegakan hutan, faktor
tempat tumbuh, dan sifat toleransi pohon yang berimplikasi terhadap kondisi
tegakan hutan. Hal itu dijadikan landasan untuk praktik budi daya hutan secara
baik dalam usaha mengelola hutan alam maupun hutan tanaman.
Tumbuhan pada lantai
hutan rata-rata mendapatkan cahaya matahari hanya satu persen. Karena itu,
tumbuhan ini harus beradaptasi untuk mendapatkan cahaya. Hal ini dapat dilakukan
dengan memperbesar ukuran daun maupun penyusunan daun yang memaksimalkan
pengumpilan cahaya.
Keberadaan
seed bank untuk regenerasi secara alami sangat berpengaruh besar. Hal ini
disebabkan Karena bank biji merupakan kumpulan biji yang tersimpan pada lantai
hutan yang akan berkembang melalui berbagai proses secara alami dan membutuhkan
waktu yang lama.
2.1 Tujuan
Acara
I : Praktikum
ini bertujuan untuk melihat proses suksesi ekosistem hutan dengan membandingkan
unit vegetasi pada lahan terbuka atau baru berkembang dengan unit vegetasi
hutan dewasa.
Acara
II : Praktikum ini bertujuan untuk mendata faktor
lingkungan fisik dalam kawasanhutan yang tertutup vegetasi dan membandingkan
dengan factor lingkungan fisik pada areal yang lebih terbuka.
Acara
III : Untuk mengetahui
klasifikasi pohon di dalam hutan yang sesungguhnya atas dasar kedudukan didalam
hutan.
Acara IV : Untuk
mengetahui jumlah atau sebaran dari suatu jenis dalam tingkat-tingkat hidupnya
per satuan luas.
Acara V : Untuk
bentuk-bentuk adaptasi tumbuhan bawah terhadap iklim mikro dalam hutan cahaya
yang rendah.
Acara VI : Untuk
mengetahui bentuk-bentuk bunga dan kemungkinan bentuk atau agen polinasi
bentuk-bentuk buah dan kemungkinan penyebaran serta efektifitas bank biji di
lantai hutan.
Acara VII : Untuk
mengetahui specific leaf area (SLA) jenis-jenis tumbuhan di hutan dan
menghubungkannya dengan karakteristik tumbuhan tersebut secara umum.
Acara VIII : Untuk
mengetahui tingkat predasi daun dan tumbuhan bawah hutan
BAB
II
METODOLOGI
3.1
Waktu Pelaksanaan
Hari/tanggal : Minggu, 24 September
2013
Waktu :
Pukul 09:34 wib
Tempat : Taman Hutan Raya Rajalelo
Bentiring Bengkulu Tengah
3.2 Prosedur
Kerja
Acara I
1. Pada areal terbuka atau baru
berkembang (semak-semak) buatlah petak ukur dalam satu wilayah dengan cara Nested Sampling 20 x 20 m untuk pohon
dan tiang ( diameter di atas 10 cm) ; 5 x 5 m untuk tingkat sapihan (diameter
di bawah 10 cm, tetapi tinggi di atas 3 m) dan 2 x 2 m untuk anakan (tinggi
sampai dengan 3 m) . Petak yang kecil berada dalam petak yang besar. Antara
regu satu dengan yang lainnya diharapkan membuat plot yang bersambung dengan
jarak antar petaak ukur 20 meter. Catat jenis tumbuhan yang diamati (spesies,
genus atau family). Jika tidak diketahui cukup dengan membuat spesies a, b, c
dst. Catat juga sifat tumbuhannya (berkayu, herba, rumput-rumputan).
2. Mengambar proyeksi horizontal dan
proyeksi verticalnya dari setiap tingkatan yang ada. Kemudian mengukur diameter
batang, tajuk serta tinggi batang bebas cabang dan tinggi totalnya.
3. Mengukur dan mendata factor fisik di
lokasi pengamatan, yang terdiri dari intensitas cahaya matahari, kelembaban dan
temperature udara, pH tanah serta intensitas angin.
4. Membandingkan data yang dikumpulkan dengan data yang dikumpulkan
untuk praktikum dalam kawasan hutan.
Acara II
1. Pada kawasan hutan buatlah plot 20 x
20 m. Antara regu satu dengan yang lainnya diharapkan membuat plot yang bersambung
dengan jarak antara petak ukur 20 meter.
2. Di dalam plot yang telah dibuat
tersebut, ukuran dan catat faktor fisik dilokasi pengamatan, yang terdiri dari
intensitas cahaya matahari, kelembaban dan emperatur untuk, Ph tanah serta
intensitas angin.
Acara III
1.
Lakukan pengamatan pohon-pohon dan
tiang (diameter diatas 10 cm) pada plot 20 x 20 m yang telah dibuat untuk
pengamatan iklim mikro hutan. Catat jenisnya (Spesies, ganus atau family). Jika
tidak diketahui cukup dengan membuat species a, b, c dst.
2.
Menggambar proyeksi horizontal dan
proyeksi vertikalnya pada kertas millimeter blok dari setiap tingkatan yang
ada, kemudian mengukur diameter batang, tajuk serta tinggi batang bebas cabang
dan tinggi totalnya.
3.
Untuk menentukan suatu pohon
termasuk kedalam kelas dominan, kodominan, intermediet, tertekan atau mati,
maka dekatilah pohon-pohon yang terbasuk
kedalam petak ukur lalu diletak lebar tajuknya, sehingga bias dilihat dari mana
pohon itu mendapatkan sinar matahari, catat jenis pohon serta ukurannya.
Acara IV
1. Dalam petak ukur 20 x 20 m
pengamatan tingkat pohon dan tiang pada acara III buatlah Nasted Sampling 5 x 5
m untuk tingkat sapihan (diameter di bawah 10 cm tetapi tinggi di atas 3 m) dan
2 x 2 m untuk anakan (tinggi sampai dengan 3 m). Petak yang kecil berada dalam
petak yang besar. Cetak jenis tumbuhan yang diamati (Species, genus atau
family). Jika tidak diketahui cukup dengan membuat special, b, c dst. Catat
juga sifat tumbuhannya (berkayu, herba, rumputan-rumputan).
2. Menggambar proyeksi horizontal dan
proyeksi vertikalnya dari setiap tingkatan yang ada, kemudian mengukur diameter
batang, tajuk serta tinggi batang bebas cabang dan tinggi totalnya.
Acara V
1.
Perhatikan
dan ambil gambar tumbuh-tumbuhan bawah yang beradah dalam petak 20 x 20 m yang
telah anda buat.
2.
Tuangkan
hasil pengamatan anda tersebut untuk menilai apakah ada bentuk-bentuk
karakteristik tumbuhan bawah yang merupakan adaptasi hidup di bawah naungan,
misalnya ukuran daun dan penyusunan daun (melingkar, tidak saling menaungi).
Acara VI
1.
Perhatikan
dan ambil gambar bunga dan buah, bank yang masih di pertumbuhan atau sudah
jatuh ke tanah dalam petak 20 x 20 m yang telah anda buat
2.
Coba
pikirkan dan analisis bentuk, warna dan karakteristik lainnya dari bunga dan
buah tersebut, dan kemudian apa kemungkinan bentuk polinasi (Polinasi sendiri
atau lewat agen dan apa agennya) serta kemungkinan bentuk dispense buah/biji
(Grafitasi/jatu saja,lauching, atau lewat agen penyebaran).
3.
Ukur
dimensi (Panjang dan lebar) buah dan biji
4.
Sampel
tanah topsoil pada 5 (lima) lokasi di plot 20 x 20 m. Empat di pojok dan satu
di tengah. Kumpulkan tanah-tanah tersebut dalam satu tempat dan bawah ke
laboratorium.
5.
Setelah
dilaboratorium, setelah dibersihkan dari tumbuhan, tanah yang ada kumpulkan
anda bagi dua. Satu (1) bagian langsung
disebut di satu tray percobaan. Bagi tray tersebut menjadi 6 bagian. Satu
bagian tanah lagi anda masukkan ke dalam oven selama 24 jam. Sama seperti tadi,
setelah itu dimasukkan ke tray percobaan dan satu tray dibagi 6 bagian.
6.
Siram
percobaan anda, tetapi jangan kebanyakan air. Amati selama tiga minggu. Foto
perkembangan percobaan anda setiap minggu. Foto-foto ini ditampilkan dalam
laporan. Pada minggu ketiga, hitung jumlah tumbuhan yang tumbuh pada setiap
bagian tray percobaan anda dan kemudian dimasukkan ke oven untuk ditimbang
berat keringnya. Jadi anda punya dua perlakuan (Oven dan tidak Oven) dan
masing-masing perlakuan anda punya 6 ulangan. Variabel yang ada amati ada 2,
yakni jumlah yang tumbuh dan berat kering. Analisis hasilnya dengan menggunakan
uji t
Acara VII
1.
Pilih
lima individu dari jenis yang berbeda dari tumbuhan atas dan lima individu dari
jenis yang berbeda dari tumbuhan bawah dari petak 20 x 20 m yang telah anada
buat.
2.
Dari
individu-individu tersebut pilih 10 daun yang suda berkembang penuh, sehat,
minimum perkembangan efifit dan tidak ada predator daun.
3.
Daun-daun
tersebut disimpan di plastic sampel dan dibawk ke laboratorium.
Acara VIII
1.
Pilih
10 individu dari jenis yang berbeda dari tumbuhan bawah yang terdapat predasi
daun pada petak 20 x 20 m yang telah anda buat.
2.
Amati
daun-daun pada individu-individu tersebut. Hitung jumlah daun yang terserang
herbivore (misalnya berlobang, mati tengah dll) dan hitung jumlah total daun
pada individu tersebut.
3.
Amati
predator apa yang menyerang daun pada tumbuhan tersebut (semut, ular larva dll)
4.
Amati
daun-daun yang tersebut dan masukkan ke dalam plstik sampel. Pisahkan
masing-masing individu. Daun-daun tersebut dibawak ke laboratorium.
5.
Setiap
daun tersebut herbivore yang telah dikoleksi tersebut difoto dengan kamera
digital. Daun yang difoto harus disertai dengan standar panjaang yang
diketahui. Persentasi luas daun yang terserang kemudian dianalisis dengan
program computer ImageJ.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Acara I (Suksesi
Ekosistem)
Hasil
pengamatan 5 x 5 m , tingkat sapihan
(diameter dibawah 10 cm, tinggi diatas 3 m)
No
|
Nama spesies
|
Jumlah
|
Tinggi
(m)
|
TBC
(m)
|
Tajuk
(m)
|
Sifat
|
1
|
Kayu gadis
|
1
|
4
|
1
|
3
|
Berkayu
|
2
|
Akasia
|
1
|
54
|
1,2
|
3,5
|
Berkayu
|
Data faktor fisik dilokasi pengamatan
Intensitas
cahaya (Luxmeter)
: 9,57 lux
Kelembaban
(%)
: 63 %
Temperatur
udara (0)
: 37 0
pH tanah
: 6,1
Intensitas
angin
: 2,3 meter/ detik
|
Acara II ( Iklim Mikro Hutan)
Data faktor fisik dalam
plot 20 x 20 m
Intensitas cahaya (Luxmeter) : 5,48
Kelembaban (%)
: 75 %
Temperatur udara (0)
: 33 0
pH tanah : 6,2
Intensitas angin : 0,1
|
Acara III ( Proyeksi Penampang dan
klasifikasi Pohon Hutan)
Pengamatan pohon dan
tiang (diameter diatas 10 cm) pada lahan tertutup
No
|
Nama spesies
|
Keliling
(cm)
|
Tinggi
(m)
|
TBC
(m)
|
Tajuk
(m)
|
keterangan
|
1
|
Pohon a1
|
30
|
16
|
7,9
|
8,25
|
Dominan
|
2
|
Pohon a2
|
26
|
14,3
|
6,1
|
8,45
|
Dominan
|
3
|
Pohon b
|
240
|
46
|
13
|
18,05
|
Emergen
|
4
|
Pohon a3
|
101
|
19
|
4
|
12,2
|
Dominan
|
5
|
Pohon c
|
88,5
|
16
|
6
|
7,25
|
Dominan
|
Acara IV (Stratifikasi Hutan)
Proyeksi Vertikal Pada Area Tertutup Proyeksi Horizontal Pada Area Tertutup
Acara V (Karakteristik Tumbuhan
Lanti Hutan)
No
|
Gambar Spesies
|
Karakteristik
Adapasi untuk mendapatkan sinar matahari
|
1
|
![]() |
-
Daun sangat hijau, panjang dan tebal
-
Daun tersusun
dengan rapih dan tidak saling menutupi
-
Batang sedikit berbaring, dengan tangkai daun yang
cukup panjang sehingga bisa menempati ruang yang cukup besar.
|
2
|
![]() |
-
Tanaman
tersebut untuk mendapatkan sinar matahari dengan cara memanjat
-
Daun
panjang, warna hijau dan menjari
|
3
|
![]() |
-
Memperlebar
permukaan daun, warna hijau
-
Daun
tipis
|
4
|
![]() |
-
Memperbanyak
daun untuk mendpatkan sinar matahari yang maksimal untuk proses Fotosintesis
|
5
|
![]() |
-
Memperluas
permukaan daun untuk mendapatkan sinar matahari yang maksimal.
|
Acara VI (Ekologi Bunga, Buah dan
Bank Biji)
1.
Bunga
dan Buah Pada Lahan Terbuka dan Tertutup
No
|
Gambar
|
Polinasi
|
Penyebaran
|
Keterangan
|
1
|
![]() |
-Kumbang
-
Semut,
-
Kupu-kupu
-
Burung.
|
Angin.
|
-
Bunga
berwarna Ungu.
-
Bunga
tunggal.
-
Mempunyai
Nektar bunga.
|
2
|
![]() |
-Burung
|
-Gravitasi
-Burung
|
-
Buah muda berwarna Kuning, tua berwarna merah
-
Bentuk Buah Bulat, majemuk
|
3
|
![]() |
-
Kumbang
-
Semut
-
Burung
-
Kupu-kupu
|
-
Angin
-
Gravitasi
|
-
Bunga
Berwarna Putih
-
Bergetah
Putih
|
4
|
![]() |
-
Kumbang
-
Semut
-
Burung
-
Kupu-kupu
|
-
Angin
-
Gravitasi
|
-
Bunga
berwarna putih
-
Mempunyai
buah dan berbijih
-
Getah
berwarna bening
|
5
|
![]() |
-
Burung
|
-Angin
-
Gravitasi
|
-
Buah berwarna hijau
-
Bentuk Buah Bulat
|
2.
Bank Biji
Bank Biji
Acara VII (Fungsi Ekologi Daun)
1.
Fungsi
Ekologi Daun Untuk Tumbuhan Atas
SPESIES A
|
SPESIES B
|
SPESIES C
|
SPESIES D
|
SPESIES E
|
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
Luas
Area Daun Tumbuhan Atas
No
|
Daun A1
|
Daun A2
|
Daun A3
|
Daun A4
|
Daun A5
|
1
|
45.49
|
86.83
|
245.823
|
155.675
|
35.469
|
2
|
43.192
|
65.512
|
210.156
|
175.442
|
31.223
|
3
|
53.097
|
60.297
|
238.262
|
212.068
|
31.584
|
4
|
35.081
|
79.523
|
277.203
|
230.352
|
33.42
|
5
|
51.799
|
51.183
|
239.408
|
269.299
|
34.804
|
6
|
68.572
|
47.942
|
313.994
|
141.716
|
58.177
|
7
|
73.331
|
68.969
|
359.391
|
247.448
|
44.69
|
8
|
55.129
|
52.448
|
478.565
|
221.632
|
28.297
|
9
|
37.599
|
43.123
|
520.45
|
428.488
|
28.662
|
10
|
66.015
|
70.645
|
154.415
|
360.723
|
36.297
|
Berat
Kering Tumbuhan Atas
No
|
A1
|
A2
|
A3
|
A4
|
A5
|
1
|
0,31
|
0,70
|
2,54
|
0,8
|
0,26
|
2
|
0,25
|
0,66
|
1,75
|
1,00
|
0,22
|
3
|
0,25
|
0,6
|
2,14
|
1,2
|
0,23
|
4
|
0,19
|
0.78
|
1,7
|
1,28
|
0,22
|
5
|
0,29
|
0,62
|
2,02
|
1,68
|
0,18
|
6
|
0,33
|
0,42
|
2,4
|
0,79
|
0,34
|
7
|
0,35
|
0,58
|
2,52
|
1,60
|
0,28
|
8
|
0,29
|
0,45
|
3,71
|
1,28
|
0,17
|
9
|
0,18
|
0,33
|
4,88
|
2,67
|
0,19
|
10
|
0,31
|
0,52
|
1,18
|
1,98
|
0,19
|
Perhitungan
SLA Daun Tumbuhan Atas
SLA
= 
No
|
A1
|
A2
|
A3
|
A4
|
A5
|
1
|
146.74
|
124.04
|
96.78
|
194.59
|
136.42
|
2
|
172.77
|
99.26
|
120.09
|
175.44
|
141.92
|
3
|
212.39
|
100.49
|
111.34
|
176.72
|
137.32
|
4
|
184.64
|
101.95
|
163.06
|
179.96
|
151.91
|
5
|
178.62
|
82.55
|
118.52
|
160.3
|
193.36
|
6
|
207.79
|
114.15
|
130.83
|
179.4
|
171.1
|
7
|
209.52
|
118.91
|
142.62
|
154.6
|
159.6
|
8
|
190.1
|
116.55
|
128.99
|
173.15
|
166.45
|
9
|
208.88
|
130.68
|
106.65
|
160.48
|
150.85
|
10
|
212.95
|
135.86
|
130.86
|
182.18
|
191.4
|
2.
Fungsi
Ekologi Daun Untuk Tumbuhan Bawah
SPESIES A
|
SPESIES B
|
SPESIES C
|
SPESIES D
|
SPESIES E
|
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
Luas Area Daun Tumbuhan
Bawah
No
|
Daun B1
|
Daun B2
|
Daun B 3
|
Daun B4
|
Daun B5
|
1
|
106.656
|
64.089
|
35.485
|
12.38
|
18.463
|
2
|
121.695
|
69.756
|
52.448
|
12.882
|
24.433
|
3
|
127.927
|
51.999
|
45.925
|
11.684
|
23.913
|
4
|
138.122
|
60.566
|
23.554
|
15.576
|
27.994
|
5
|
130.119
|
71.219
|
42.663
|
12.398
|
23.915
|
6
|
111.14
|
43.618
|
49.293
|
14.599
|
27.299
|
7
|
113.194
|
51.05
|
40.426
|
16.366
|
25.677
|
8
|
174.003
|
61.086
|
61.087
|
20.799
|
22.467
|
9
|
126.237
|
74.799
|
49.7
|
19.999
|
16.88
|
10
|
107.965
|
56.918
|
50.458
|
24.592
|
7.829
|
Berat
Kering Daun Tumbuhan Bawah
No
|
B1
|
B2
|
B3
|
B4
|
B5
|
1
|
1,0
|
0,34
|
0,22
|
0,05
|
0,11
|
2
|
0,97
|
0,30
|
0,29
|
0,04
|
0,14
|
3
|
0,76
|
0,22
|
0,31
|
0,04
|
0,13
|
4
|
1,1
|
0,38
|
0,13
|
0,04
|
0,17
|
5
|
0,81
|
0,40
|
0,25
|
0,06
|
0,15
|
6
|
0,8
|
0,37
|
0,39
|
0,06
|
0,15
|
7
|
0,75
|
0,32
|
0,25
|
0,05
|
0,15
|
8
|
1,45
|
0,33
|
0,36
|
0,07
|
0,16
|
9
|
0,91
|
0,42
|
0.29
|
0,06
|
0,11
|
10
|
0,91
|
0,29
|
0,31
|
0,07
|
0,16
|
Perhitungan
SLA Daun Tumbuhan Bawah
SLA = 
No
|
B1
|
B2
|
B3
|
B4
|
B5
|
1
|
106.66
|
188.49
|
161.29
|
247.6
|
167.84
|
2
|
125.46
|
232.52
|
180.86
|
322.05
|
174.52
|
3
|
168.33
|
236.36
|
148.15
|
292.1
|
183.95
|
4
|
125.57
|
159.38
|
181.18
|
389.4
|
164.67
|
5
|
160.64
|
178.05
|
170.65
|
206.63
|
159.43
|
6
|
138.93
|
117.89
|
126.39
|
243.31
|
181.99
|
7
|
150.93
|
159.53
|
161.70
|
327.32
|
171.18
|
8
|
120.00
|
185.11
|
169.69
|
297.13
|
140.42
|
9
|
138.72
|
178.09
|
171.38
|
333.32
|
153.45
|
10
|
118.64
|
196.27
|
162.77
|
351.31
|
48.93
|
Acara VIII HERBIVORI (Predasi Daun
Dan Biji)
Persentasi Jumlah Daun yang
Terserang Predator
Rumus mencari Persentasi Serangan =
%
No
|
Jumlah
Daun
|
Daun
terserang
|
Persentasi
Serangan (%)
|
1
|
36
|
30
|
83,3
|
2
|
73
|
27
|
36,9
|
3
|
705
|
655
|
92,9
|
4
|
142
|
27
|
19
|
5
|
392
|
72
|
18,3
|
Persentasi Luas Daun yang Diserang Predator
No
|
Gambar
|
Kemungkinan
Luas Daun
|
Luas
Daun Yang Diserang
|
Persentase
luas Daun yang diserang (%)
|
1
|
![]() |
191,177
|
45,381
|
23,73
|
2
|
![]() |
61,049
|
6,091
|
9,977
|
3
|
![]() |
120,469
|
2,24
|
1,859
|
4
|
![]() |
78,58
|
0,862
|
1,096
|
5
|
![]() |
48,64
|
5,802
|
11,93
|
6
|
![]() |
62,575
|
4,563
|
7,29
|
7
|
![]() |
40,679
|
2,062
|
5,06
|
8
|
![]() |
25,67
|
3,07
|
11,95
|
9
|
![]() |
133,097
|
30,972
|
23,27
|
10
|
![]() |
112,896
|
25,824
|
22,87
|
3.2
Pembahasan
Pada praktikim ini hal
yang pertama kami lakukan yaitu dengan cara membuat plot (nested sampling)
dengan ukuran 20 x 20 m, 5 x 5 m dan 2 x 2 m.
Di acara 1 kami membandingkan data faktor fisik yang didapat di areal terbuka
dengan data yang didapat di kawasan hutan. Dari data yang didapat ternyata
hanya ditemui tanaman dalam tingkat anakan. Karena memang areal ini adalah
bekas penebangan yang masih dalam proses suksesi untuk menjadi kawasan hutan
kembali sehingga tanaman yang ada pun masih relative sedikit. Suksesia sendiri
adalah perubahan yang perlahan-lahan dari komunitas tumbuhan dalam satu daerah
tertentu dimana terjadi pengalihan dari satu jenis tumbuhan oleh jenis tumbuhan
lainnya. Selain itu kita jiga mengamati iklim mikro yang ada di kawasan plot yang telah
di buat tadi. Sebagai mana kita ketahui bahwa iklim mikro adalah iklim yang
terjadi pada daerah yang kecil, lebih kecil dari iklim itu sendiri. Iklim mikro
di hutan ditandai dengan adanya perbedaan sifat-sifat iklim yang mencolok
antara di dalam dan di luar hutan. Perbedaan itu antara lain dari segi
kelembaban 63 % , intensitas cahaya 9,57 lux temperature udara 37o ,
Ph Tanah 6,1 dan Intensitas Angin 2,3 meter/detik pada pengamatan plot 5 x 5.
Dan Intensitas Cahaya 5,48 lux, kelembaban 75 %, Temperatur Udara 33o, pH
Tanah 6.2 , Intensitas Angin 0,1 meter/ detik untuk hasil dipengamatan pada
plot 20 x 20. Semua itu bernilai positif di hutan. Artinya, iklim yang
terbentuk di dalam hutan sangat cocok bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman
disekitarnya.
Tegakan yang
rapat juga dapat mempengaruhi klasifikasi pohon hutan. Pohon merupakan kelompok
tumbuhan berkayu, berukuran besar, dengan tinggi lebih dari 5 meter. Pohon
sebagai salah satu tumbuhan kormus (cormophyta),
yaitu kelompok tumbuhan yang tubuhnya secara nyata mempelihatkan diferensiasi
dalam tiga bagian pokok meliputi akar, batang, dan daun.
Klasifikasi
pohon dalam sebuah hutan sangat berguna untuk keperluan pengelolaan hutan itu
sendiri. Klasifikasi pohon dapat didasarkan pada ukuran pohon atau posisi tajuk
di dalam hutan. Klasifikasi pohon berdasarkan ukuran yang dimaksudkan dengan
parameter ini adalah diameter setinggi dada (diameter batang pada ketinggian
130 cm diatas tanah) dan tinggi pohon. Oleh karena itu, klasifikasi pohon
berdasarkan ukuran dibedakan dalam fase-fase sebagai berikut:
a. Semai
(seedling), yaitu pohon yang tingginya kurang dari atau sama dengan 1,5 meter.
b. Sapihan
atau pancang (saplings), yaitu pohon yang tingginya lebih dari 1,5 meter dengan
diameter batang kurang dari 10 cm.
c. Tiang
(poles), yaitu pohon dengan diameter batang 10 cm-19 cm.
d. Pohon inti
(nucleus trees), yaitu pohon dengan diameter 20 cm-49 cm. pohon inti
adalah pohon jenis komersial dengan diameter batang 20 cm-49 cm yang akan
membentuk tegakan utama dan yang akan ditebang pada rotasi berikutnya.
e. Pohon
besar (trees), yaitu pohon dengan diameter batang lebih dari 50 cm.
Sedangkan klasifikasi
pohon berdasarkan posisi tajuk dibedakan menjadi 5 yaitu :
§ Pohon
dominan (dominant trees), yaitu pohon yang
tajuknya menonjol paling atas dalam hutan sehingga mendapat cahaya
matahari penuh. Tajuk pohon tumbuh meninggi di atas tingkat kanopi yang
umum. Terkadang terdapat tegakan seumur
meskipunlebih sering terdapat pada tegakan tidak seumuryang kondisinya tidak
sempurna. Pohon dominan ukurannya paling besar dibandingkan dengan pohon-pohon
lainnyakarena kemampuan bersaing dengan pohon lain cukup besar. Banyak
percabangan pohon dengan ukuran cabang yang besar sehingga kadang-kadang
mendesak dan menekan pohon-pohon lainnya. Oleh karena itu, sering disebut pohon
serigala (wolf trees). Jadi pohon serigala adalah pohon yang menghalangi
pertumbuhan pohon lainnya dalam suatu tegakan hutan, tetapi pohon itu sendiri kurang bernilai komersial.
§ Pohon
kodominan (codominant trees). Pohon tersebut tidak setinggi pohon domianan,
tetapi masih mendapat cahaya penuh dari atas meskipun dari samping terganggu
oleh pohon dominan. Pohon kodominan bersama-sama dengan pohon dominan merupakan
penyusun kanopi atau tajuk utama dalam sutu tegakan hutan.
§ Pohon
tengahan (intermediate trees). Pohon yang tajuknya menempati posisi lebih
rendah dibandingkan pohon dominan dan kodominan. Pohon itu masih mendapatkan
cahaya matahri dari atas, tetapi tidak lagi mendapat cahaya matahari dari
samping. Dengan demikian, pohon dari kelas tersebut mengalami persaingan keras
dengan pepohonan lainnya.
§ Pohon
tertekan (suppressed), yaitu pohon yang sama sekali ternaungi oleh pepohonan
yang lain dalam suatu tegakan hutan, sehingga tidak menerima cahaya yang cukup
baik dari atas maupun dari samping. Pepohonan demikina, biasanya lemah dan
tumbuh lambat.
§ Pohon
mati (dead trees), yaitu pepohonan yang mati atau dalm proses kematian. Pada
tegkan hutan yang memiliki permudaan banyak, tetapi tidak dikelola dengan baik,
maka lambat laun sejumlah besar pohon akan mengalami tekanan dan akhirnya mati.
Seberapa jauh kecepatan terjadinya proses tersebut tergantung kepada kualitas
tempat tumbuh dan tingkat toleransi pohon.
Menurut Darjadi dan Hardjono (1976), pembagian atau
klasifikasi pohon di atas dalam tegakan murni sangat diperlukan untuk
kepentingan pemeliharaan hutan, misalnya diperlukan dalam merencanakan atau
melaksanakan kegiatan penjarangan.
Adapun
hasil pengamatan kami mengenai pohon bahwa untuk pohon pertama memiliki cabang
yang hampir dekat dengan permukaan akar maka kami buat dengan perhitingan Pohon
pertama/ pohon a1 tinggi 16m, keliling 30cm, TBC 7.9m, tajuk 8,25m dengan klasifikasi termasuk pohon
dominan. Pohon a2 tinggi 14,3m, keliling 26cm, TBC 6.1m, tajuk 8,45m dengan klasifikasi termasuk pohon
dominan. Pohon b tinggi 46m, keliling 240cm, TBC 13m, tajuk 18,05m dengan klasifikasi termasuk
pohon Emergen. Pohon a3 tinggi 19m, keliling 101cm, TBC 4m, tajuk 12,2m dengan klasifikasi termasuk pohon
dominan. Pohon c tinggi 16m, keliling 88,5cm, TBC 6m, tajuk 7,25m dengan klasifikasi termasuk pohon
dominan.
Lapisan-lapisan
kanopi yang terdapat di dalam hutan sering juga disebut stratum atau tinkat
(strory) atau lapisan (layer). Jadi yang dimaksud dengan stratum disini ialah
suatu lapisan pohon yang tajuk-tajuknya tidak sama tinggi terletak diantara
suatu batas tertentu. Suatu stratum dapat membentuk suatu kanopi secara
kontinyu, tetapi dapat juga membentuk kanopi yang tidak kontinyu. Kanopi itu
disebut kontinyu apabila tajuk-tajuknya bersentuhan kearah samping dan disebut
tidak kontinyu apabila tajuk-tajuknya terpisah jauh. Akan tetapi hasil
pengamatan kami mengenai kanopi akan pohon b, a3 dan c termasuk tidak kontinyu
karena tajuk-tajuknya tidak bersentuhan. Lain halnya dengan pohon a1 dan a2
yang memang sangat bersentuhan dan disebut sebagai kanopi kontinyu.
Hutan-hutan
di daerah sedang tidak mempunyai strata, tidak pernah lebih dari dua strata,
bahkan kadang-kadang hanya mempunyai satu stratum, sedang hutan hujan tropis
mempunyai beberapa strata. Menurut Richards (1952) di dalam hutan hujan tropis
diselidiki terdapat 5 strata, yaitu :
1. Stratum
A : lapisan teratas, terdiri dari pohon-pohon yang tinggi totalnya 30 m ke
atas. Biasanya tajuknya diskontinu, batang pohon tinggi dan lurus, batang bebas
cabang (clear bole) tinggi. Jenis-jenis pohon dari stratum ini pada waktu
mudanya, tingkat semai hingga sapihan (seedling sampai sapling), perlu naungan
sekedarnya, tetapi untuk pertumbuhan selanjutnya perlu cahaya yang cukup
banyak.
2. Stratum
B : terdiri dari pohon-pohon yang tingginya 20-30 m, tajuknya pada umumnya
kontinu, batang pohon biasanya banyak bercabang, batang bebas cabang tidak
begitu tinggi. Jenis-jenis pohon dari stratum ini kurang memeerlukan cahaya
atau tahan naungan (toleran).
3. Stratum
C : terdiri dari pohon-pohon yang tingginya 4-20 m, tajuknya kontinu.
Pohon-pohon dalam stratum ini rendah, kecil, banyak bercabang.
Antara
stratum A dan B perbedaanya jelas karena terdapat diskontinuitas tajuk yang
vertikal, tetapi antara stratum A dan C biasanya kurang jelas, hanya dapat
dibedakan berdasarkan tinggi dan bentuk pohon. Disamping ketiga strata pohon
itu terdapat pula strata perdu-semak dan tumbuh-tumbuhan
4. Stratum
D : lapisan perdu dan semak, tingginya 1-4 meter.
5. Stratum
E : lapisan tumbuh-tumbuhan penutup tanah (ground cover), tingginya 0-1 meter.
Tidak semua hutan memiliki ketiga strata pohon tersebut diatas. Jadi, ada
hutan-hutan yang hanya memiliki strata A-B atau strata A-C saja. Yang penting
pula ialah peranan liana (tumbuh-tumbuhan memanjat) berkayu yang dapat
merupakan bagian dari tajuk hutan.
Dari
hasil pengamata kami menunjukkan bahwa area terbuka untuk pohon pertama (kayu
gadis) termasuk strata C yang mana tingginya hanya 4 m dan pohon ke-2 (Akasia)
termasuk strata A karena tingginya diatas 30 m. Adapun Untuk area tertutup
puntuk pohon a1 dan a2 termasuk strata C, pohon b strata A, pohon a3 dan c
termasuk strata C.
Berikut
adalah beberapa gambar bebarapa jenis tanaman lantai hutan :


Umumnya
tanaman lantai hutan ini beradaptasi dengan memperbesar daunnya ataupun
memaksimalkan daunnya untuk memperoleh dan mengumpulkan cahaya, air tanah,
oksigen, unsure hara, dan karbon dioksida. Adapun faktor-faktor eksternal yang
membantu penyerbukan pada tanaman hutan yaitu bias karena adanya kehadiran
hewan penyerbuk, agen dispersal dari kondisi bunga, biji, kondisi tanah,
kelembaban tanah dan udara, angin, dan gangguan ataupun kerusakan lingkungan
oleh manusia juga berpengaruh terhadap kelangsungan pertumbuhan bunga, buah dan
bank biji.
Kecepatan
perkembangan biji tumbuhan dan pertumbuhan anakan (seedling) merupakan faktor
penting dalam keberlangsungan hidup suatu spesies. Biji memegang peranan
penting dalam komunitas tumbuhan. Biji memainkan fungsi krusial dalam
kesinambungan populasi tumbuhan yang berbeda (Vasquez- Ynaes dan Orozco-
Segovia 1993). Biji merupakan agen reproduksi tumbuhan, penyebaran dalam sebuah
komunitas, atau menyebar ke area dan habitat lain. Namun, perkembangan biji
didahului dengan perkembangan organ generative bunga dan buah. Apa yang terjadi
pada fase ini, seperti pembuhan bunga sampai ke pemasakan buah menentukan
apakah biji akan dihasilkan dan mampu tumbuh. Distribusi tumbuhan juga dipengaruhi
oleh sifat alami biji dan reproduksi vegetatif. Tumbuhan dengan biji ringan
mungkin terdistribusi secara luas. Sebaliknya, tumbuhan dengan biji berat atau
memiliki kecenderungan bereproduksi secar vegetative akan mengelompok dekat
dengan pohon induk.
Daun
dalam kaitannya pada fungsi ekologi memegang berperan penting dalam proses
fotosintesis. Organ tumbuhan ini berperan langsung dalam pengikataan CO2
dan sangat tergantung pada cahaya matahari. Karena itu, daun mengalami proses
ekofisiologi yang sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan internal
tanaman. Laju fotosintesis, pertumbuhan dan mekanisme pertahananan tumbuhan
dapat diprediksi melalui karakteristik daun. Salah satu metode yang dipakai
adalah menghitung SLA (Specific Leaf
Area). Tumbuhan dengan SLA rendah biasanya memliki investasi tinggi dalam
hal struktur fisik dan dapat hidup dalam jangka waktu yang cukup lama. SLA juga
lebih tinggi yaitu pada tumbuhan yang tumbuh di lingkungan dengan sumber daya
yang kaya. Adapun cara menghitung SLA adalah :
SLA
= 
Dari
hasil pengamatan dan pendataan kami menghitung 5 jenis daun tumbuhan atas
dengan masing-masing 10 helai daun perjenisnya dan begitupn dengan daun
tumbuhan bawah.
Pada
ekosistem hutan, walaupun jenisnyea heterogen, namun pengaruh dari predator
yang menyerang tanaman tetap banyak ditemukan. Hal ini dibuktikan, dengan
banyaknya kita temuii daun ataupun organ tanaman lain yang diserang herbivore
dengan indikasi seperti daun berlobang, atau mati stelah dimakan. Karena
tumbuhan merupkan produsen dan penyedia makanan segar utama di hutan, tumbuhan
harus beradaptasi untuk dapat terus bertahan hidup walaupun selalu dimakan.
Karena banyak hewan yang bergantung pada tanaman dalam mencari makanan. Hal ini
tentu saja akan mempengaruhi proses fotosintesis tanaman dan akhirnya
produktivitas tanaman. Semakin besar tingkat predasi maka tingkat fotosintesis
dan produktivitas akan menurun begitu pun sebaliknya.
Untuk
mencari persentasi jumlah daun terserang kami mengamati 5 (lima) jenis tumbuhan
pada area tertutup dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Mencari
Persentasi Serangan = 
Adapun
perhitungan masing-masing jenis sebagai berikut :
1. 
= 83,3 %
2. 
= 36,9 %
3. 
= 92,9 %
4. 
= 19 %
5. 
= 18,3 %
BAB
IV
KESIMPULAN
Dari
hasil praktikum dan pembahasan dalam pengamatan laporan ini dapat di simpulkan
bahwa :
1. Iklim
mikro di dalam hutan sangat mempengaruhi vegatasi hutan. Hal ini sangat berbeda
ketika kita berada di lahan terbuka yang iklimnya sangat panas dan ekstrim.
2. Suksesia
yang terjadi di dalam hutan dapat berubah perlahan-lahan dari komunitas
tumbuhan dalam satu daerah tertentu dimana terjadi dari satu jenis tumbuhan
oleh jenis tumbuhan lainnya.
3. Pengaruh
cahaya sangat berperan penting dalam proses fotosintesis tanaman hutan sehingga
dapat mempengaruhi stratifikasi tanaman hutan.
4. Tanaman
bawah hutan memilki karekteristik tertentu untuk beradapatsi dengan keadaan
minimnya cahaya yang diterima oleh tanaman tersebut.
5. Sebagian
besar pohon domnian termasuk tanaman yang menerima banyak cahaya, sehingga
mampu berfotosintesis dan berproduksi dengan baik.
6. Bank
biji merupakan kumpulan biji yang tersimpan pada lantai hutan yang akan
berkembang melalui berbagai proses secara alami dan membutuhkan waktu yang
lama.
Daftar
Pustaka
Arief, Arifin. 1994. Hutan, Hakikat dan Pengaruhnya
terhadap Lingkungan, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Djajapertundja, S.
2002. Hutan dan Kehutanan Indonesia dari Masa ke Masa. Bandung: IPB Press.
Faidah, N. 2007. Studi
Vegetasi Nonfloristik Di Kawasan Cagar Alam Batukahu Desa Candikuning Kecamatan
Baturiti Kabupaten Tabanan Bali. Skripsi. Tidak Diterbitkan. Malang:
Jurusan Biologi. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Islam Malang.
Irwan, Z.D. 2003. Prinsip-Prinsip
Ekologi dan Organisasai Ekosistem Komunitas dan Lingkungan. Jakarta:
Bumi Aksara.
Resosoedarmo,R.S.1989. Pengantar
Ekologi.Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
LAMPIRAN
Dokumentasi Pada saat di Areal
Terbuka












Dokumentasi Pada saat di Areal
Tertutup



































































































































